Endapan Lahar Hujan: Dimana Diendapkan ?


SABO

Pada prinsipnya penanggulangan lahar hujan ini adalah pengaturan sedimen. Itulah sebabnya dalam kategori penanganan di PU, lahar hujan ini masuk dalam bencana sedimen.

Secara mudah sedimen itu akan mengendap ketika alirannya melambat disitulah akan terjadi sedimentasi. Dengan demikian usaha penanganannya adalah mengontrol dimana kita akan meletakkan (mendeposisikan) material-material ini. Tentusaja akan diusahakan dimana dampaknya paling kecil. Nah, besar kecilnya dampak ini yang bisa bikin berantem. dimanakah sebaiknya mambangun SABO ini.

😦 “Lah hiya pakdhe walaupun dampak Sabo ini kecil kalau dihalamanku ya pasti kutolak :(“

Distribution of recent lahar deposits on Merapi slopes (JICA, 1980). The 13 rivers shown had lahars during historical time AD 1500–1900s. Large lahar deposits are mainly located in-between the Apu and Woro Rivers. Total area of lahar deposits is about 286 km2

Endapan alami lahar hujan

Gambar disebelah kanan ini memperlihatkan lokasi-lokasi endapan lahar hujan yang dikumpulkan oleh JICA (Japan Corporation Agency, 1980). Distribusi atau penyebaran lahar hujan ini terjadi secara alami tanpa usaha manusia untuk menahan atau mengaturnya.

Secara tehnis material yg diangkut air ini akan mengendap apabila laju alirannya melemah atau kecepatan airnya berkurang. Laju (kecepatan) aliran ini tergantung pada sudut kemiringan lereng. ketika kemiringan lereng masih tinggi maka disitu lajunya kencang, dan material ukuran besar lebih mudah terendapkan. Tentusaja laju yang kencang ini juga memiliki daya merusak lebih besar juga. Walaupun kita endapkan diatas bukan berarti selesei tugasnya. Tetapi secara praktis itulah cara paling aman (untuk saat ini) dalam menyelamatkan atau dalam mengurangi dampak yang lebih besar.

Dongengan bagaimana dan dimana endapan piroklastik serta lahar diendapkan  sebenernya bisa didekati dengan ilmu fisika dasar. Gaya yang bekerja disini gaya gravitasi. Sehingga elevasi merupakan potensi energi. Kalau benda (sedimen) masih berada di elevasi tinggi, maka energi potensialnya juga tinggi. Artinya mengendapkan di daerah elevasi tinggi sebenarnya “menyimpan” atau menumpuk energi yang suatu saat juga harus turun kebawah. Kalau tumpukan diatas ini tidak stabil juga akan berbahaya bila terjadi longsoran.

Daerah pengendapan piroklastik dan pengendapan lahar hujan

Secara teori energinya habis (potensinya paling kecil) ketika sedimen berada pada elevasi terrendah.

Sabo merupakan salah satu usaha manusia dalam mengontrol dimana lahar ini akan diendapkan.

Dugaan SABO membelokkan awanpanas pernah saya dengar tetapi ketika melihat kenyataan dilapangan, dapat kita lihat bahwa bendungan SABO ini terlalu “kecil” kemampuan mempengaruhiarah luncuran awanpanas. (lihat gambar paling atas).

Kalau melihat kecepatan lucuran serta jumlah material yang mengalir, perkiraan yg pernah saya dengan dari kawan di PVMBG bendungan SABO ini penuh dalam waktu sekitar 9 detik. Artinya menghilangkan bendungan ini hanya mampu menyelamatkan dusun Kinahrejo selama 9 detik saja.

Mengapa Sabo diperlukan ?

Lahar hujan selain memiliki daya rusak ketika mengalir, juga memiliki bahaya terendapkan pada daerah yang memiliki nilai ekonomis, misalnya: pemukiman-perumahan, jalan raya dan kereta api, airport, pabrik, mall, toko dll.

Lokasi endapan piroklastik 2010 mengancam lereng bawah Merapi sebelah selatan. Endapan piroklastik ini hanya sebagian saja. Ada endapan disebelah barat yang saat ini sidah sering terkena hujan dan menyebabkan lahar hujan hingga ke daerah Mlati Sleman.

Seandainya lahar ini tidak dijaga maka dapat kita lihat bagaimana potensi daerah-daerah landai di Merapi ini sangat terancam. Salah satu cara atau metode moderen adalah dengan membuat SABO untuk menahan sementara supaya endapan tetap berada diatas.

Memang seolah-olah bendungan SABO ini menguntungkan yang dibawah. Kalau dari banyak sisi sosio-ekonomis jelas lebih banyak yang akan diselamatkan dengan adanya SABO ini. Memang bener saya juga melihat banyak SABO yang dibangun terlalu keatas. SABO bukan pengontrol awanpanas, sehingga kalau masih ada luncuran awanpanas mestinya tidak dibangun SABO, karena SABO lebih diutamakan mengontrol lahar hujan.

Dalam design idealnya SABO dibangun di lereng transportasi.

Idealnya SABO dibuat pada daerah transportasi, supaya aliran material lahar hujan dikurangi daya rusaknya dan dikontrol lokasi pengendapannya.

Jadi membuat sabo dibagian atas lereng Merapi itu memang sebuah usaha manusia dalam “menahan” atau mengontrol energi potensial dan energi mekanik dari aliran lahar hujan. Itulah sebabnya SABO ini dibuat berjenjang supaya daya rusak aliran lahar hujan ini dapat dikurangi secara bertahap.

😦 “Iya Pakdhe, Semoga energi potensial ini memang menguntungkan bukan menambah sial … amit-amit deh.”

Berdansa dengan Perubahan Morfologi

Proses erosi dan sedimentasi merupakan salah satu proses pembentukan bentang alam (morfologi). Proses ini tidak akan berhenti. Sabo akan penuh, dan manusia akan membangunnya kembali.

Alam tentunya selalu berubah, pinter-pinteraannya manusia saja bagaiamana mampu berdansa dengan perubahan morfologi 🙂

Bacaan terkait :

9 Tanggapan

  1. Nice! Ilmu baru untuk saya.

  2. Urun rembug ya Pak dhe, letak bangunan sabo itu gak bisa hanya dinilai dari ketinggian terlalu keatas-bawah, atau masih dalam jangkauan aliran piroklastik atau tidak, akan tetapi lebih berdasarkan pada kharakter wilayah (produksi, transportasi dan deposisi) nya. Termasuk jenis bangunan sabonya apakah chek dam, dam konsolidasi, kantong lahar, tanggul dll.
    Justru semakin dekat atau di wilayah produksi dapat dibangun jenis sabo tertentu atau dikendalikan akan semakin efektif kinerja sabonya.
    Bila ada beberapa bangunan sabo tertimbun endapan piroklastik (kali Gendol), itu adalah risiko yang harus diterima (diluar kemampuannya/ desain teknisnya).
    Di Kali Putih banyak bangunan sabo yang rusak, hanyut justru oleh aliran lahar yang harus dikendalikannya, karena kemampuan yang dikendalikan (aliran lahar) jauh lebih besar dari kemampuan yang mengendalikan (sabo).
    Padahal bangunan sabo yang dihulu (jurang jero) itu masuk dalam jangkauan aliran piroklastik dari letusan sebelum2nya. Untuk letusan 2010 cukup jauh dari jangkauan aliran piroklastik.
    Material pemicu produksi lahar justru lebih baik dari endapan piroklastik jenis lontaran (banyak ukuran kecil/debunya serta lepas2) letusan 2010 yang ke arah barat daya (magelang) dibanding endapan aliran piroklastik yang kearah selatan-tenggara (kali gendol).

  3. klo bangun conveyor buat membuang endapan lahar di atas mungkin ngga yah, mengingat topologi dan bahayanya?

  4. Proses terbentuknya aliran lahar perlu difahami secara komprehensif mulai dari pembentukan, transportasi hingga penyebarannya. Karakteristik aliran lahar yang merupakan pergerakan sedimen massa perlu difahami terkait dengan sistem pengendaliannya.

  5. Tentunya ini awal dari pembentukan paleosoil, seperti di candi kedulan kalasan, sangat nampak sekali lapisan paleosoil hasil dari endapan material merapi

  6. Makanya Tugu Jogja dibangun untuk penanda sebagai rambu-rambu bahwa awan panas Merapi zaman dahulu bisa mencapai tugu tersebut.

  7. Kami sering berdebat kusir dengan teman2 bahwa borobudur dan candi sari itu terkubur dalam beberapa masa letusan Merapi, namun setelah tahu bahwa Sabo di Merapi penuh dalam waktu 9 detik, saya yakin candi borobudur dan candi sari dan bahwa candi di UII terkubur lahar dingin merapi hanya satu kali masa letusan. Dan bukan tidak mungkin kalo terjadi letusan seperti ini lagi kota jogja akan habis karena lahar sudah tidak lewat “jalan” dan mencari jalan baru. Wallohu’alam.

  8. Wah mungkin 2 juta tahun lagi jika masih ada manusia dan para geolog nya, mungkin anak cucu kita akan menemukan lapisan “batu pasir sampah plastikan”, “batu pasir vulkanik rongsokan”, “batu lempung sisipan material bangunan”, dan penamaan-penamaan lainnya sesuai dengan budaya manusia sa’at ini.

  9. wah masuk akal juga ya

Tinggalkan komentar