Meramal Gempa#3 – Dongeng Dari Pak Djedi, LIPI


Masih inget Pak Djedi dari LIPI yang menjadi penyelenggara IWSEP ? Pernah ditulis di dongeng Meramal Gempa#2

😦 “Bentar Pakdhe, kita ini memang rada pelupa”
😀 “Beliaulah yang memaparkan impian pada alinea paling atas tentang bagaimana mustahilnya Wright Bersaudara waktu itu!”

Berbagi dongeng oleh Pak Djedi (LIPI)

Pak Djedi yang menjadi ketua penyelenggara IWSEP International Workshop on Seismo-Electromagnetic Phenomena (IWSEP2007) berkenan berbagi cerita tentang EM dibawah ini.

Tidak hanya teori, bahkan pengamatan menggunakan satelit

Pak Djedi memberikan dongengan selukbeluk studi gelombang Electro Magnetic (EM). Prediksi gempa tidak pernah dilakukan hanya berdasarkan pada teori, karena teori prediksi gempa ‘belum pernah tersedia’ sampai hari ini, atau ia sedang ‘dibangun’ oleh banyak ahli di dunia. Mnurut Pak Djedi, yang kami (termasuk LIPI-rdp) lakukan saat ini (secara kolaborasi antara Jepang, Rusia, Taiwan, Perancis, India, Cina, US, dll. dan Indonesia juga) adalah melakukan observasi di hampir seluruh wilayah tektonik aktif di dunia oleh masing-masing negara tersebut.

Ngintip dari luar angkasa

Bermacam metode observasi dilakukan sesuai dengan kemampuan (ekonomi dan SDM) negara masing-masing. Perancis pasang DEMETER yang khusus untuk studi medan EM yang berasosiasi dgn gempa lewat satelit (2004), Jepang pasang ALOS (multi-fungsi, 2006), Taiwan punya FORMOSAT (multi-fungsi), dsbnya. Itu semuanya via satelit.

DEMETER adalah satelit khusus diluncurkan oleh Perancis ini bertujuan untuk :

  • Mempelajari gangguan ionospheric yang berhubungan dengan aktifitas seismik
  • Mempelajari gangguan ionospher yang berhubungan dengan aktifitas manusia
  • Mempelari efek yang ada pada ionosfer sebelum dan sesudah terjadinya gempa
  • Memberikan kontribusi pada pemahaman mekanisme timbulnya gangguan itu
  • Memberikan informasi global padalingkungan elektromagnetik bumi dari satelit

Nengok dan ngukur langsung dari permukaan

Studi ‘ground-based EM monitoring’ sudah dilakukan di banyak negara, termasuk Indonesia. Indonesia, melalui kerjasama (baca: bantuan) dgn Jepang, memasang sistem ultra-low frequency EM/Magnetic monitoring di Kototabang (Sumbar), Pelabuhanratu (Jabar), Kotabumi (Lampung, Maret 2008 nanti), Biak, Kupang, Pare-pare, Menado. Sementara itu, untuk very-low frequency (VLF) EM monitoring, kami pasang di Stasiun BMG Lembang.

Bahkan dalam waktu 5 tahun ke depan, Tim Jepang bekerjasama dgn BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) akan memasang beberapa magnetometer di sepanjang katulistiwa. Riset prediksi gempa dgn mempelajari fenomena medan EM ini dilakukan secara multi-disiplin (solid state physics, space physics, rock physics, geophysics, electronics, statistics, dll) dan multi-scale (mulai dari perconto batuan yang kecil, lalu kerak bumi, menerus ke atmosfer, dan naik sampai ionosfer). Semua itu dikenal dengan seismo-electromagnetics phenomena in the lithosphere-atmosphere-ionosphere coupling. Dalam arti praktis, kami tidak pernah ‘meramal’ kedatangan sebuah gempa, hanya dengan pengamatan medan EM tersebut.

Pak Djedi dan kawan-kawan, hanya melakukan sesuatu yang lebih kepada ’scientific evaluation’ dari fenomena tersebut, yang hilirnya adalah tentu saja membangun konsep yang dapat dimanfaatkan secara praktis.

Kapan itu akan selesai?

djedi_grandis.jpgKata Pak Djedi “No body knows! Gak ono sing ngerti, kapan pekerjaan iki iso rampung. Lha wong ndak gampang iku Cak. Kalo sampeyan mau ikutan kita-kita sebentar dan mau banyak baca publikasi riset kami (dalam kacamata seorang pembaca keilmuan yang bijak), tentu sampeyan bisa ‘ngeh’ pada apa yang kami lakukan“. [Tidak ada yang tahu, kapan pekerjaan ini bisa selesei. Soalnya tidak mudah. Kalau anda bersedia ikutan sebentar saja dan membaca hasil penelitiannya, tentunya harus dibaca dengan kacamata keilmuan. Semestinya anda akan mengerti apa yang telah dilakukan].

Disebelah ini foto Pak Djedi dan Pak Grandis bersama crew-nya sedang beraksi di lapangan.
Hanya ‘dua’ orang Indonesia yang ber-hobby di bidang ini (Dr. Sarmoko Saroso, LAPAN Bandung dan Dr. Djedi S. Widarto, Chairman, LIPI). Pak Djedi mengatakan ini hobby, karena beliau semata sangat suka berteman dengan orang-orang (peneliti) dari negara lain yang berpikiran jauh lebih terbuka dan bijak. Lanjut beliau “Wah, kalau sampeyan pada November 2007 lalu bisa ikutan IWSEP2007 di LAPAN Bandung, mungkin sampeyan akan menyadari bahwa ‘riset’ prediksi gempa itu memang kompleks secara fisis, mekanis dan matematis (statistik)“.

😦 “Wah Pakdhe, mosok sih sak Indonesia Raya hanya dua yang hobbynya meneliti ya?”
😀 “Memang tidak mudah jadi peneliti Thole. Lah itu salah-salah malah dipisuhi kayak BPPT. Padahal kesalahan pensitiran bukan karena BPPT, kan ? Lah kalau LIPI dikatakan meramal gempa trus mleset, kamu juga misuh-misuh ?”
😦 “Ya enggak lah Pakdhe. Tapi gimana mau membantu mereka ya ?”

Kalau ada yang tertarik mengetahui sejauhmana perkembangan Seismo-Electromagnetic dari IWSEP-International Workshop on Seismo-Electromagnetic Phenomena (IWSEP2007) dapat diunduh dibawah ini :

IWSEP-2007_abstract_all_presenters.pdf

Tiga tulisan sebelumnya memberikan gambaran cara meramal gempa, ada disini :

11 Tanggapan

  1. PakDhe Vick…
    Elok tenan… saya menikmati penjelasannya yang mudah dicerna… dan minta ijin nyuplik beberapa hal ya Mas…please..
    Saya sedang menyiapkan buku yang entheng-enthengan soal gempa ini, untuk konsumi awam juga. Sekaligus untuk mbantu yang terkorban gempa, dari hasil penjualan bukunya. Minggu-minggu ini insyaAllah terbit. Judulnya THE EARTHQUAKE ODYSSEY. Isinya sih dalam bahasa Indonesia, dengan sedikit bahasa Inggris di bagian cara menghadapi gempa. Maklumlah karena terbitnya di Brunei.
    Edisi e-Book insyaAllah dapat segera diunduh dari http://www.bimasigma.com dan http://kerabatnusantara.wordpress.com/
    Inputnya yo Mas.. juga Pak Djedi, Pak Grandis dan temen-temen geosains nih.
    Salaam,

  2. ehh………….

  3. itu tadi kutipan dari:

  4. Scientists have identified changes in patterns of underground radio wave emissions that could act as an early warning system for earthquakes.

    French researchers have identified reductions in the intensity of very low frequency radio waves occurring in regions several hours before night-time earthquakes.

    Frantisek Nemec of the University of Orléans in France and colleagues examined electromagnetic wave readings taken by a satellite over two-and-a-half years.
    advertisement

    They analysed the intensity of these emissions for more than 9,000 earthquakes with magnitudes 4.8 or greater, and compared them with background levels.

    The team, whose work is featured in this week’s New Scientist, observed a decrease in emission intensity up to four hours before shallow earthquakes, occurring at less than 25 miles below the surface. This effect was only identified for earthquakes that happened during the night.

    The researchers do not know what causes this effect, but speculated it could be due to fresh cracks appearing in the earth or some form of tension, and that the signals are only detectable at night because of higher levels of radiation in the ionosphere during the day.

    Ian Main, a seismologist at the University of Edinburgh, said: “The biggest disturbance is the earthquake itself and yet there is no signal at the time of the earthquake, which strikes me as odd.”

    However Colin Price, a geophysicist at the University of Tel Aviv in Israel, suggested the change in intensity could explain reports of animals appearing to know when earthquakes are imminent.

    He said: “It shows that earthquakes are not controlled by an on/off switch. However, the signal for an individual earthquake is very small and would need very sensitive ground-level equipment to use it as a precursor.”

  5. blog pak dhe rovick bagus banget… suer..!!!!
    khususnya tentang “meramal gempa#1-3″…. sosialisasi yang efektif kepada masyarakat luas pada umumnya….
    sy salah satu peserta dan panitia IWSEP 2007 di LAPAN… dan sangat susah menjelaskan suatu teknik baru dalam mitigasi bencana khususnya gempa dari fenomena seismo-elektromagnetic coupling ini… banyak yang tidak bisa menerima (khususnya para ahli seismologi dan geologi)… mungkin bahasa sy yang kurang lentur… tp dengan membaca blog2 dari pak dhe… sy bisa menjelaskan dengan bahasa yang lebih mudah…
    arigatou gozaimasu…

  6. O iya kelupaan, Pakdhe Rovick saya numpang ngiklanin blog saya ya, mumpung lagi punya teman ‘beken’ di dunia blogging …

    Salam kenal buat fans-nya Pakdhe Rovick.

  7. Wah … Pak Djedi di jepun sono masih sempat nge-blog juga meski lewat Pakdhe Rovick. Kalau dulu ‘e-mail bakari’ sekarang sudah kemajuan jadi ‘nge-blog bakari’ ya ?

  8. Pak De, apa yang akan terjadi kalau air Danau Toba surut sampai setengah dari kedalaman sekarang ?

    Sebaliknya, apa yang terjadi kalau air danau itu naik? Apakah akan meningkatkan tekanan terhadap bukuit-bukit yang mengelilinginya?

    Aku minta izin menitipkan pesan lewat blog yang keren ini :

    Hutan alam Tele di Kabupaten Samosir,Sumatera Utara, sejak dua hari lalu sudah mulai ditebang dengan gergaji mesin. Targetnya hutan heterogen seluas 2.250 hektar akan dipangkas bersih untuk dijadikan lahan perkebunan bunga. Investornya dari Korea.

    Dengan ini kami, Komunitas TobaDream mohon dukungan kawan-kawan sesama blogger Indonesia untuk bersama-sama memberi tekanan; agar pembabatan hutan pusaka itu dihentikan. Caranya, berilah komentar dukunganmu pada artikel di :

    http://ayomerdeka.wordpress.com/

    Terima kasih!

  9. wah pak dhe, makin keren aja peneliti-peneliti kita..terobosan keren dalam dunia seismologi 😀

  10. waah..gak nyandak aku dhe……

  11. wa.. bisa diramal lewat luar angkasa
    hebat
    kok bisa ya?
    baru tau..

Tinggalkan komentar