Buang saja airnya !


Mud volcano in Norris Geyser Basin, Yellowstone National Park, Wyoming

Photograph by S.R. Brantley in September 1983

Tentunya anda sudah melihat bentuk gunung lumpur di Madura yang ditinjau oleh ahli-ahli geologi dari IAGI yang dimuat di detik.com. Ya, mereka mencari analogi dari proses-proses mudvolcano sebagai gambaran. Kebetulan saya kemarin di Pekanbaru juga melihat stand pameran Lusi yang memperlihatkan bentuk gunung lumpur ini. Salah satu tim IAGI ada mengirimkan gambarnya.

– 😦 “Trus Pakdhe mikir apa, Dhe ?”
+ 😀 “Lah aku iki rak mung iso mikir sederhana, sing ga kepikiran sebelumnya, le”

Ketika menghadapi jumlah semburan lumpur yang semakin banyak maka yang dipikirkan dalam menangani lumpur ini adalah membuang lempung ini, entah dibuang kemana saja. Tetapi secara mental langsung berpikiran membuangnya. Emang wajar kalau jumlahnya sedikit tetapi kalau jumlahnya tertumpuk dalam area seluas lebih dari 400 hektar itu bukan main-main.

Beberapa wacana adalah lumpur ini dibuang dan dimasukkan di lubang-lubang bekas galian, kemudian kepikiran untuk membuangnya ke Sungai Porong dan bahkan berencana dibuang kelaut. Ijin dari menteri KLHpun alot awalnya. Namun walaupun ijin untuk membuang ke laut sudah diberikan oleh KLH, Lusi ini ternyata ngambeg ngga mau dialirkan begitu saja. Lah iya lah, gimana mau membuang ke laut, wong beda tingginya saja cuman 3 hingga 5 meter atau maksimum 10 meter saja, tetapi jarak lateralnya sekitar 20 Km. Itu sih namanya harus mendorong lumpur ke laut !. Mau pakai pompa ya pasti akan termehek-mehek (

Lucunya lagi ketika diketahui lumpur ini diperkirakan akan mengendap di sungai, trus dipikirkan untuk mengeruk. Lah wong dimasukin ke kali, kok trus dikeruk lagi tu namanya ya kegiatan “nyentrik”. Lah iya kan, wong dimasukin kok trus dikeluarin lagi, padahal sudah melihat dengan jelas jumlah yang harus dipindahkan terhampar seluas 400 hektar. Boros Boq !

– “Ya wis, lah Pakdhe kok malah protes dewe (

mv_bangkalanSebagai geologist tentunya melihat kejadian dimasa lampau dan dipakai sebagai pembelajaran. OK deh kiita lihat saja bagaimana bentuk gunung-gunung lumpur ini terlihat di lapangan. Coba lihat saja dari beberapa foto yang aku punya ini, ada bermacam-macam bentuk kerucut gunung ini.

Yang menarik adalah bentuk gunung lumpur disebelah itu. Mengapa menarik ? Ya karena gunung lumpur ini berbentuk kerucut dengan sudut sangat tinggi, lancip ! Lah kok lancip ? Coba bandingkan dengan lumpur yang ada di Porong ini, dengan luas daerah hingga lebih dari 400Hektar !!!

angle-of-repose.gifPenjelasan teknisnya sakjane sederhana …. Karena kandungan airnya sedikit, maka bentuk kerucut lumpur ini membentuk gunung yang lancip ! Sedangkan air yang banyak menyebabkan sudut guguran (angle of repose) yang semakin landai.

Air ini menjadi beban, bukan solusi !

+ “opo sing nyebabke banjir le ?”
– “Lah nggih toya rak ngoten to Pak Dhe ? Lah trus carane ngatasi, pripun Pakdhe ?”
+ Buang wae !!! Tapekno carane sing bener, dialirke lewat jalan yang benar

Kalau kita lihat uraian yang di atas, dimana semua berpikiran akan membuang lumpur atau lempungnya, tentunya sangat logis kalau harus menjaga komposisi air yang ada. Air diperlukan untuk mengalirkan lempung, bahkan pernah malah menambah air dari kali Porong. Namun menahan air ini justru yang menjadi beban paling berat bagi TimNas.

Kalau berpikiran menyeleseikan masalah dengan satu cara yang sip, saya rasa menahan air bukanlah solusi dalam hal ini. Saya tetap berpikiran lebih baik menenggelamkan-menimbun daerah ini dan BUANG SAJA AIRNYA !!

Sudah terbukti berkali-kali Timnas kewalahan mengelola ‘tumpukan’ air ini. Mulai dari rembesan, gerusan, dan akhirnya banjir kerumah-rumah penduduk, hingga over topping (limpahan). Selanjutnya muncul kekhawatiran munculnya hujan yang akan menambah beban pond (kolam). Lihat gambar2 jebolnya tanggul2 ini pada waktu awal Klik disini.

– “Trus dibuang lewat mana Dhe ?”
+ “Lewat jalan tol, saja le !”
– “Haiyak Pak Dhe niku looh, trus nanti airnya dimintain biaya tol ke PU, nggih ”
+ ” Hust !! Ini serius !”

tol-lumpurSaat ini akses terbesar yang menghubungkan lokasi semburan dengan sungai porong adalah Jalan Tol yang sudah tergenang air. Lihat foto sebelah yang diambil setelah ledakan pipa gas (sumber TempoInteraktif). Toh, jalan tol inipun sudah diputuskan untuk ditutup selamanya.

Kalau dilihat pada peta terlihat bahwa jalan ini akhirnya akan melintasi Kali Porong disebelah selatan. Jalan lainnya adalah menggunakan Spill Way yang sudah dibuat disebelah selatan dari tanggul paling selatan itu. Namun tentunya akan lebih cepat juga kalau memodifikasi jalan tol menjadi jalan air. Saya yakin ahli-ahli civil kontruksi akan dengan mudah memodifikasi konstruksi jalan yang sudah ada ini.

Memasang pilar (soft piling)

penguat.gifDengan menggunakan ilmu geometri anak SD yang sederhana, semakin tinggi sudut lereng yang dihasilkan oleh gunung lumpur maka daerah yang diperlukan semakin kecil. Hal ini tentusaja dapat lebih mudah dimengerti dengan melihat kenyataan gunung Lumpur di bangkalam Madura di atas.

Tetapi pinggiran gunung atau lereng ini perlu diperkuat agar tidak mudah longsor, salah satu cara dengan konstruksi yang pernah ditulis disini sebelumnya.

– 😦 “Hayoo … Pak Dhe iklan lagi !”
+ 😀 ” Ya ndak harus teknologi yang canggih seperti itu juga ngga apa-apa, wah jian cah iki !”

Fungsi dari penguat ini selain menjaga lereng tidak runtuh, juga menambah sudut lereng sehingga memperkecil luas daerah. Terkonsentrasinya gunung lempung ini tentusaja akan lebih mempersempit permasalahan agar tidak melebar kemana-mana. Alasan mengapa tekno ini yang saya usulkan, hanyalah karena visibilitynya yang sudah terlihat serta kemungkinan menangani dalam kondisi lumpur yang sangat panas sekalipun seperti iklannya.

  • Dalam kasus ini menahan air bukanlah solusi
  • Membuang air (70%) lebih mudah ketimbang membuang lempung (30% komposisi semburan).
  • Dengan melewatkan ke kali tidak lagi ada kekhawatiran pendangkalan
  • Tidak ada lagi kekhawatiran bila curah hujan maksimum (ekstreem)
  • Sekali lagi dengan membuang air maka permasalahan terkonsentrasi dalam satu daerah utama saja.
  • Penggunaan jalan tol sebagai jalan air tentunya akan mempercepat pelaksanaan karena tidak diperlukan pembebasan tanah dan sebagainya.

23 Tanggapan

  1. Para pimpinan negara ini wajib istighfar dan taubat nasuha …. itu saja!

  2. busyet! rumit sekali ternyata. lha sekarang gimana itu kabarnya?

  3. salam kenal

  4. Bagaimana usulan lanjut untuk topik membuang airnya ini, Mas?
    Mas RDP, mungkin juga dapat dijadikan sebagai salah satu sub topik di link diskusi? Terima kasih.

  5. Mas ini agak lain dari masalah lusi, aye mau nanya bagaimana perkembangan IAGI kita yang tercinta ini kok tidak ada kegiatan yang melibatkan Pengda-pengda …memang banyak kegiatan yang saya dengar tapi hampir semuanya di pusat ….akbatnya kami yang ada di daerah dan sudah mengadakan sosialisasi tentang IAGI dan sudah jadi anggota baru jadi bingung menjawab pertanyaan kok gak ada kegiatan ?. acara di Riau nampaknya berhasil dengan jumlah peserta yang hadir….tapi ternyata banyak yang disponsori IAGI pusat tapi dananya dari Pemda Riau……kumaha atuh…..??????????

  6. Salam kenal Pak Dhe Rovicky, saya senang sekali membaca tulisan2 di blog ini, sangat menambah pengetahuan saya yang sedikit ini. Oh iyes Pak Dhe, ada ilmuwan spt panjenengan yang punya ide untuk menggunungkan “Gunung Lumpur” ini tapi kok nggak direspon sama timnas PSLS (saya baca di http://lapindo.topcities.com). Mohon ditanggapi Pak Dhe, Thank’s.

  7. […] Di bagian lain, pernyataan Bupati Win Hendrarso masih memberikan angin segar. “Nanti, rumah warga Perum TAS yang terkena dampak langsung akan kami verifikasi, seperti yang sudah dilakukan tim nasional,” ujarnya. (dyn/sat) Halllah mbuang banyu ae kok angel nemen, tah ? […]

  8. Memang tanpa kemajuan,
    Sebenarnya hal yang seperti yang bapak jelaskan sudah selalu dibahas oleh dosen saya di kampus ketika mata kuliah teknologi bahan. Dia sendiri sangat menyayangkan kinerja tim penanggulangan kejadian ini, dan yang parahnya kenapa ini tidak bisa di perkecil waktu penanggulangannya. Ini sendiri sudah lama menjadi bahan pekerjaan dan juga sudah lebih dari tiga bulan.
    Gunung-tetaplah gunung, dan mau diapakan, bisa di arahkan menjadi daratan yang rata dan bisa menjadi tempat berteduh kan pak? dari pada menjadi gunung!!!

  9. Hi Klastik
    Slurry yang dibuang di NTB itu dari lokasi yang ketinggaiannya diatas seratus meter dari muka laut. Artinya ada gaya gravitasi yang boleh dimanfaatkan untuk “menjatuhkan” tailing.
    Lah kalau ini hanya 10 meter beda tinggi tetapi jarak lateral ~20 Km gimana mau mengalirkannya ? Menggunakan pompa itu secara teknis bisa saja dilakukan (dan memang bisanya hanya sampai sungai porong thok !) Tetapi yang lebih penting lagi, apa iya itu visible secara ekonomis, sampai kapan ? dan biayanya sapa yang nanggung ?

  10. klo dibuang ke laut dalam kayak slurry yang di NTB itu gimana Pak dhe? costnya memang tinggi……

  11. Baru urusan blethok saja kita ini sudah mbingungi… Semoga Allah gak menaikkan level kesulitan kita, sebelum level blethok ini lewat…Amiin. 🙂

  12. Saya sepakat kalau lokasi ngamuknya si Lusi itu dikosongkan saja dari manusia. Utk sementara waktu biarkan saja tempat itu dijadikan kolam Lusi sambil berpikir keras bagaimana memanfaatkannya atau “menjinakannya”. Hal itu mungkin akan jauh lebih baik daripada harus jatuh korban lagi. Memang rasanya akan berat buat warga yg tinggal di situ, tetapi daripada melawan Lusi dan gak ada hasilnya, malah tambah stres, lebih baik mencari kehidupan baru yang lebih baik kan?

    Untuk timnas Lusi, kayaknya memang harus lebih serius dan kompak kerjanya, juga tegas…

  13. Mas RDP… mengalirkan air lewat jalan tol juga masih perlu bantuan pompa lho, la wong setahu saya tanggul kali Porong itu tinggi banget, sampai 5 meteran di atas permukaan tanah daerah spillway.

  14. Betul Pak Joyo. Di negeri ini semuanya udah kaya ketoprak humor. Keputusan2 pemerintah sudah ga boleh kita tanggapi dengan serius dan ilmiah lagi. Bisa capek. Mendingin dijadiin humor aja semua. Hehehehe.

  15. Pak Dhe’………..Ada semburan lumpur baru lagi di Barabai Kalsel, saiki diameternya sudah 4 meter, yak opo ceritane Pak Dhe……, sama gak dengan yg di Porong????

    Salam

  16. Pak Dikin,
    Mumpung panik,proyek apapun bisa jalan, toh nanti invoice proyek bakal masuk ke Lapindo 🙂

  17. Pakdhe,
    Kok ada bisik2 PU mau bikin flyover di atas tol Porong-Gempol yang sekarang? Apa ga ambles juga nanti? 🙂

  18. Terimakasih atas artikel-artikel pencerahannya pak dhe

    oya numpang tanya dhe, kok sekarang banyak muncul fenomena mud vulcano ya,terakhir malah muncul di kal-sel, apa ini ada kaitannya dengan rangkaian gempa tektonik di sepanjang sumatra-jawa kemarin ya?….oya apa gempa tektonik juga bisa mempengaruhi sebaran cebakan minyak yang ada saat ini dhe?…matur nuwun sebelumnya

  19. Pakdhe,mau ikutan buang air po ? 🙂

    Mudah-mudahan Timnas kalo ada waktu iseng2 dan berani mencoba mencemplungi sumur dengan air laut yang konsentrasi garamnya ditambah beberapa kali lipat, beli garam dulu dari pasar porong atau beli sebanyak-banyaknya dari garam selundupan di Cirebon yang harganya per kg cuma 5 perak (liputan 6 SCTV, tgl 22 Nov 2006)
    Murah meriah dan ekonomis
    =====================================
    Metode Menggarami Lumpur – MML nih 🙂
    =====================================
    Air ASIN Modifikasi/AAM-MML bisa memecah sistem koloid air dan blethok, hingga air akan memisah keluar dan tertinggal partikel LUSI yang sangat halus mulus, dan endingnya mengendap secara lebih kering.
    Hasil lain, air garam hangat yang bisa untuk Spa dan berendam 🙂
    Tapi lebih baik dilakukan saat musim kemarau, curah hujan bisa bikin buyar.

    Ada bahaya juga ding, kandungan garam terlarut yang sangat tinggi, berupa nutrisi maupun yang bersifat racun bagi tanaman, menyebabkan keracunan bagi tanaman secara cepat kilat, dimulai dari pecah dan busuknya jaringan akar.
    Jadi pilih tanaman mati atau lumpur mengendap?
    Tinggal dicariin tempat mengendap yang manis buat pariwisata yo?
    Maaf banget kalo ada salah, lha wong nyobanya pakai air lumpur dari laut Parangtritis sekalian piknik kemaren.
    Mudah-mudahan Timnas tidak panik ya,
    Masih banyak jalan menuju roma, masih banyak jalan Dengan Tidak Memakai Pompa 🙂

    Salam dari Jogja

  20. Hi Hamlennon
    Kalau dibuang rak yo malah menyebarkan polutan kemana-mana to. Makanya problem itu harus diseleseikan ditempat, jangan disebar-sebar. Apalagi kalau nyebarnya dengan membawa masalah baru.
    Apalagi kau bilang TIDAK AKAN PERNAH STABIL ,…. ya wis penduduk juga dipindahkan saja , … jadi walaupun airtanahanya tercemar, kan ngga ada penduduknya.

  21. Klo aku malah ragu nih pade, yang aku takutkan bakalan terjadi fenomena Air Asam Tambang (AAT) di lingkungan sekitar klo kita masih memikirkan cara dengan membikin sistem berjenjang tersebut. Walaupun airnya dibuang, masih ada tanah yang masih mengandung mineral tertentu yang bisa memicu AAT dan bakalan mencemari air tanah penduduk setempat(saat hujan tiba). Aku bener2 bingung nih cara apa sih yang paling tepat? Klopun harus dibuang, resikonya sangat besar, dana besar dan harus didukung SDM yang berkualitas. Jangan sampe kaya kemaren itu lo, pompa ngadat. Ko bisaaa!!!!, hrsnya sudah diperhitungkan semuannya termasuk variabel2 yang ada di lapangan yang akan disesuaikan dengan pompa yang akan dipilih. Aku yakin orang yang ngurusin masalah “drainage” ini langsung dipecat!!!

    Sistem berjenjang ini cuma cocok untuk daerah yang stabil dan ingat dengan semburan yang terus menerus selama 30 tahun daerah ini TIDAK AKAN PERNAH STABIL.

  22. Pak De, bila nanti memang ditambah penguat silent pling tersebut , apakah mungkin sliding memang benar2 gak terjadi
    sedangkan untuk kandungan air pada LuSi lumayan besar kemudian ditambah tekanan atau dorongan lumpur dari pusat semburan.

  23. Pak dhe, yang di Kalsel itu juga fenomena mud vulkano bukan? udah 5 hari lho pak dhe, juga akibat pengeboran, entah pengeboran apa?

Tinggalkan komentar