Menghitung selisih kebutuhan energy listrik (Wapres salah itung kaliii)


question.gifKarena ada yang bertanya bagaimana menghitung selisih beban listrik ini, aku coba menjelaskannya secara mudah pakai grafis saja.

😦 “Lah iya itulah Pakdhe, kalau pakdhe suka buat aneh-aneh orang jadi bertanya yg aneh-aneh juga kan ?”

😀 “Thole aku kan selalu bilang bertanyalah, baca disini : Bertanyalah … Apa saja ! “

Menghitung selisih energi yang dipakai bisa dilakukan mengan menakar. Persis seperti penjual minyak tanah dengan literan itu. Di hitung saja berapa jumlah minyak yang dipakai dalam satu hari misalnya. Namun ketika yang kita miliki hanyalah sebuah grafik, maka dengan grafikpun kita bisa melakukan uji angka.

Menakar selisih energi listrik hari kerja dan weekend.

😦 “Psst, weekend itu bahasa Indonesianya apa sih ?

Dibawah ini ada gambar kebutuhan listrik dalam seminggu dari tulisan yang sebelumnya. Disitu terlihat adanya pola-pola kegiatan atau pola kebutuhan listrik pada hari kerja yang mirip.

Grafik beban listrik disebelah ini dibuat tiga tahun lalu, tetapi pola ini masih sama dengan pola tahun 2008. Jadi sepertinya pola peanggunaan listrik di Jawa-Bali ini tidak berubah semenjak Pak SBY mencanangkan hemat energi (hemat listrik).

😦 “Hiya tuh, Pak SBY !. Itu di DPR pada pakai Jaket kulit itu kan artinya kedinginan. AC-nya dikurangin duonk !”

Pola penggunaan listrik di Jawa ini sangat spesifik sebuah pemanfaatan listrik untuk kehidupan, bukan untuk berproduksi. Beban puncak terjadi pada malam hari. Coba tengok ada bentuk menjulang tinggi pada waktu malam, itu menunjukkan bahwa kebutuhan penerangan (lampu) sangat dominan ketimbang kebutuhan listrik siang hari.

Dan tahukah anda bahwa beban itu dipenuhi dengan PLTD ? Itu maknanya pembangkit listrik tenaga diesel dipakai sebagai buffer. Artinya pemborosan BBM terjadi pada malam hari. Howgh ! !

Warna garis ungu dalam gambar diatas menunjukkan pola peanggunaan listrik dalam satu hari. Dicoba dilihat pada hari selasa, diperkirakan hari selasa itu sudah mulai kerja full, kalau senin kan males to ? 🙂 . Ketika pola grafik hari selasa itu di overlay atau ditumpuk pada hari minggu , maka terhat adanya selisih penggunaan listrik di kedua hari tersebut. Daerah berwarna ungu itu menunjukkan selisih energi listrik yang dipakai.

Selisih bebannya kira-kira besarnya 3000Mw dan lamanya sekitar 8-10 jam. Jam kerja sehari kan kira-kira 8 jam saja. Jadi total perbedaannya sekitar 16 000 Mwh.

Apakah sebesar itu pula energi listrik yang dipakai untuk berproduksi ? Hmmmm. Aku rasa tidak, karena pada pola ini juga ada pola selisih waktu makan siang (istirahat siang) (gambar hitam  peralatan pabrik). Nah gambar itu memang “hanya alat”-nya saja. tetapi untuk erproduksi masih membutuhkan energi sebagai pendukung. Kan lift tidak berenti diwaktu jam makan siang, kaan ?

Nah selisih beban 600 MW perhari inilah yang dihitung pak Wapres di Kompas ini.

😦 “Pak Wapres !. Njenengan dikritisi Pakdhe tuh !.
Pakdhe, Pak SBY kok ngga dikritik lagi, Blue Energy-nya sudah tamat ya ?”

Jadi disitulah problematika mengapa mengubah atau menggeser hari kerja tidak akan (belum tentu) mengurangi beban energi secara menyeluruh, karena banyak energi-energi ikutan lainnya yang harus juga tetap beroperasi.

17 Tanggapan

  1. Heran, konsumsi (listrik) melonjak kok tidak gembira. Kecuali kalau jualnya rugi (subsidi).
    Perrobellem: apakah rakyat tidak boleh mendapat harga beli yang murah, lha wong fujian bisa dapet gas murah selama puluhan tahun.
    Terusnya, segmentasi / clusterisasi area (industri / perumahan / perkantoran), kalau bisa terwujud, kontrol alokasi energi akan lebih mudah termasuk mengontrol susut daya.
    Jadi kalau sumber minyaknya di cepu, ya bangun saja industrinya di sekitaran cepu, kan biaya distribusinya bisa dihemat, dll, dan sejenisnya.

  2. Pak Dhe, jangan pak dhe mengkritisi wapres dan pres terus! Saya takut nanti Pak Dhe diangkat jadi MenkomInfo, hingga ahirnya tiada berita di blog ini. Semoga Pak Pres dan Wapres, mengangkat Pak Roy saja, jangan Pak Dhe Rovicky.

  3. perhaps it’s “akchir peckan”..

  4. memang JK sering salah itung, wong katanya menarik subsidi BBM bisa mengurangi kemiskinan jeeeee..nyatane piye ??

  5. pak dhe lalu solusi bagaimana yang bisa kawan kawan pak dhe(IAGIners) bisa sarankan apalagi kan ntar lagi IAGIners mo ngumpul-ngumpul bagaiamana kalopak dhe bersama kawan kawan kasih solusi misalnya mempermudah proses eksploitasi geothermal bagi BUMN negara, soal hemat listrik semoga jangan jadikan dunia pendidikan korban kan kasihan tuh mahasiswa yang kebtuhannya sekarang ini tidak lepas dari listrik….. dan jangan sampaiimbasnya masuk kuliah di hari sabtu… bisa repot nih pak dhe…….

  6. Walaupun remang-reman lampu, tapi mereka juga butuh AC, butuh heater sauna lah rak nyampur-nyampur sakepenake 😛

  7. bisnis dinia malam, lah kalau malem butuh listrik jeh 🙂

    Lha, bisnis begituan kan biasanya lampunya remang-remang, pakdhe… itu sudah hemat listrik sedari dulu 😆

  8. Pak De sudah hemat energy belum?

    –> Apanya lagi yang mau dihemat? Buat beli energi aja kagak ada …. pripun ? Lampu dirumah sekarang diganti neon … ah jadi jagoan neon pulak ! 😀

  9. kalau bener sektor industri ternyata tidak terlalu menghabiskan porsi listrik, agak miris juga ya. saya baru sadar kalo bangsa ini memang konsumtif.

    –> Yup, Kita memang sudah merdeka dari kolonialisme. Tapi belum merdeka dari kekurangan energi 😦 Lah hiya tapi kok ya konsumtif ya ?

  10. Sebuah anjuran, himbauan, kecaman atau paksaan yang menyebutkan bahwa untuk Mall, toko, hiburan malam dan sejenisnya harus mengurangi beban listriknya sebesar 20%

  11. memang betul kalau yang dihemat HANYA listrik saja… tapi energi lain?? setuju pakdhe

  12. wah kalo saya disuruh mikir kek gitu ya gak ngerti… biarlah pemerintah yang mikir. tapi ya mikirnya harus bener2

  13. SayanGnYA yG meLayaNi bEGo-Bego gituH
    NAsiiIb NaSiiBB

  14. Gas usa ikutan mikir, itu tugasnya pemerintah. Rakyat harus dilayani !!

  15. Pusing mikirin masalah bangsa ::MODE ON::

  16. kalo difikir2 benar juga 😀


    –> Arul bagus donk ikutan mikir. Lah yang di gedung-gedung sono apa ya ikutan mikir ya ? Jangan-jangan cuman ngikut-ngikutan aja.

  17. “Weekend” itu bahasa perancisnyapun “le weekend” :). Jadi, Pakde, di republik ini ada produksi beneran tidak sih?

    –> Kalau ngeliat sepintas dari grafik di situ, kayaknya “produksi riil” Indonesia cuman dikit dari Industri manufaktur. Mungkin pertumbuhannya lebih banyak karena services (bisnis dinia malam, lah kalau malem butuh listrik jeh 🙂 Juga pertumbuhan lain mungkin dari menjual mineral/natural resources (sumberdaya alam). mungkin aja, aku cuman ngira-ngira :p

Tinggalkan komentar