Membuang lempung ke laut … gimana ya ?


Membuang lempung harus dengan truk bukan pipaSaat ini sedang diusahakan membuang lumpur (lempung + air) dengan pipa. Namun usaha ini kan sia-sia saja. Saya yakin secara engineering mudah sekali dihitung bagaimana dan berapa tekanan pompa yang diperlukan untuk “mendorong” lumpur.

Tinggi lokasi dari kali porong mungkin sekitar 3 meter, maka dengan jarak 3 Km berarti sudut yang dibentuk tidak mungkin mengalirkan secara alamiah. Sehingga diperlukan tekanan tambahan dari pompa. Namun karena sudutnya sangat landai akan sangat sulit mempertahankan posisi lurus supaya tidak terjadi pengendapan di”jalan”. Usaha ini hingga hari minggu kemarin juga belum berhasil, ketika ditinjau Pak SBY.
Gambar dibawah menjelaskan bagaimana sulitnya mempompa lumpur dengan perbandingan 50-50, apalagi dengan perbandingan air-lempung saat ini 30-70. Secara alamiah lempung ini dapat didorong keluar oleh tekanan dari bawah yang tentunya dengan tekanan buesar sekali dengan komposisi air-lempung 70-30. Sepertinya alam menunjukkan angka minimal yang paling efisien dengan sistemnya.

Dengan demikian mempompakan lempung dan lumpur dalam satu pipa hanya akan menemui jalan buntu. Kata NyiLaras, “ah impossible !”
Yang mungkin efektif adalah membuang airnya dengan pipa ke kali Porong. Dan apabila terpaksa membuang lempungnya dengan “dump truck” ke pinggir laut. Membuang lempung ke sungai Porong, walaupun jaraknya dekat akan sangat berbahaya karena pengendapan lempung ini justru akan mendatangkan masalah baru yaitu:

  1. Menyumbat jalannya air kali Porong
    Tentunya akan sangat mengganggu atau akan muncul potensial problem baru di kali Porong.
  2. Menyebabkan kontaminasi (walaupun bukan toxic/racun).
    Sangat mungkin memang lempung ini bukan toxic, tetapi lempung ini adalah lempung laut bukanlah lempung darat. Sehingga membuang lempung ini didrat akan menambah kontaminasi lingkungan. Walaupun juga belum bisa dipastikan akan merusak (perlu penelitian ekologi)

Cara yang paling aman yaitu membuang air di Kali Porong dengan pipa dan pompa. Dan membuang lempung atau padatannya di lokasi reklamasi. Cara ini akan lebih mungkin karena masih ada kemungkinan untuk diusahakan melokalisir masalah pembuangan lempung.
membuang lempung ke laut

Cara pembuangan dengan truk inipun akan memakan biaya yang sangat besar. Memang yang paling bagus adalah memanfaatkan lempungnya sebagai bahan industri, namun jumlah yang sangat besar ini perlu dikelola secara khusus. Membuang hanya kalau terpaksa karena jumlahnya yang semakin menggila ini.

Membuang dengan dump truk juga bukan tanpa kendala. Beban truk ini sangat besar, sehingga beban jalan yg dilewati juga harus diperhitungkan. Membuat jalan diatas endapan muda (delta Porong) jelas bukan hal yang sepele. Biayanya mungkin suangatt besar, walaupun potensial konfliknya lebih kecil dibanding membuang di Sungai Porong.

Kali porong sangat sempit ! Kalau dibuang langsung ke Sungai Porong maka kemungkinan dengan cepat kali porong akan tersumbat. Coba perhatikan berapa luas gunung lumpur yang sudah dibentuk saat ini. Bandingkan dengan lebar kali Porong. Maka kalau lempung dibuang langsung ke Sungai Porong, akan membahayakan dan menimbulkan masalah baru dengan pendangkalan.

Dari tulisan Pak Subastian Lubis (Geologi Kelautan) kita tahu kecepatan pengendapan dan kita tahu kecepatan aliran. Mari kita pakai itungan sederhana saja ya Memang dari kecepatan pengendapan diperkirakan 20cm/jam (vertikal), sedangkan kecepatan aliran 740m/jam (lateral).

Bila lumpur dibuang dari titik terdekat semburan sekitar 17 Km, maka dengan kecepatan 740 m/jam itu lama perjalanan 17 Km sekitar 23 jam. Jadi selama 23 jam lumpur akan turun sebesar 4.5 meter. Kalau kedalaman sungai diketahui, sekarang tinggal dihitung saja dimana kira-kira lempung tersebut mengendap. Bila kedalaman sungai 5 meter dan llumpur dikucurin diatas muka air, maka akan mengendap di muara sungai. Tapi ini asumsi kalau sungainya lurus ! Sehingga pembuangan lempung ini masih sangat kritis.

Kalau dilihat bentuk kelokan sungai porong, maka kemungkinan penurunan kecepatan aliran akan terjadi pada kelokan sekitar 3-4 Km sebelum muara (lihat peta diatas). Disitu barangkali akan merupakan lokasi pengendapan lempung yang memilki beratjenis 1.9 g/cc ini.
Usulan mengeruk sungai Porong yng diungkapkan Pak SBY (kompas 9 Oct 2006) juga kurang tepat. Lah, untuk apa mengeruk kemudian diisi kembali. Kalau memang akan mengurangi volume ‘lempung laut’ ini, maka akan lebih efisien dan efektif bila dibuang kelaut menggunakan “dump truk” kan ?

15 Tanggapan

  1. kurang jelas
    tpilumayan

  2. Saya setuju banget dengan komentar mas Marmotji.Jadi kenapa kita cari ribet menangani pengalokasian lempung tanpa dipikir matang dulu.Alangkah efisiennya kita terang-terangan rembugan sampai matang ama Mas Rovic kira-kira berapa lama luapan lumpur/semburan lumpur itu berhenti.Misalkan berhentinya semburan lumpur itu masih lama dengan hitungan tahun ya kenapa kita ribet ngatasi lumpur?,bukankah sebaiknya mengalokasikan warga ke tempat yang jauh dari kejaran lumpur,misalkan ke Gresik ehh…keliru,di Gresik juga ada Petrocina yang mengkhawatirkan juga.Nggak taulah pokoknya jauh dari kejaran lumpur.Jadi biarkan sajalah lumpur secara alami mencari tempat yang aman dan kita juga dapat tempat yang aman,jadi sama-sama aman..,Mas rovic ?…jangan diem aja dhonk aku juga bingung nich buat komentar.

  3. hai

    mau nanya neh,bang
    lumpur sidoarjo itu dah ada data detailnya blum ?
    mengenai kandungan kimia dan fisikanya?
    soalnya saya belum pernah baca dimanapun,kalo ada saya bisa cari datanya dimana ya?

    Thanks and regard

  4. ide lumpurnya dimanfaatkan untuk industri sst [ntah ya clay bisa apa nggak, mungkin semacam bata jenis baru? hehehehehehe] cukup masuk akal. kaya’nya segala sesuatu yang dari alam itu pastilah bisa dimanfaatkan…
    oleh karenanya, kepada para pembaca yang punya hobi menciptakan, punya kenalan ahli pencipta maupun peneliti… semoga kalian tergerak dengan ide sederhana ini.
    salam,

  5. Ketika Lapindo umumkan salurkan dengan pipa ke selat Madura dan berbagai komentar dari Kementrian Lingk. Lalu, bandingkan dengan “Dongeng Geologi”, saya sudah hampir haqul yakin bahwa itu cuma kebohongan saja. Rasanya sudah pasti itu bakal bohong saja dan lumpur akan dialirkan ke sungai porong. Namun, nggak nyangka juga bahwa pada jalur terdekat saja sudah begitu susahnya. Rasanya, yang logis, ya buat aja sodetan ke kali porong yang di gugel tampaknya nggak terlalu jauh. Blas, tumpahkan ke sungai Porong. Sekaligus menambah luasnya kemungkinan musibah menjadi pencemaran sepanjang kali Porong, dan kerusakan tambak di sana?. Tapi, yang sekarang sudah terjadi saja, jumlan sedimen terbawa kali porong sudah sekian kali dari yang dihasilkan sembura lumpur kan?.

  6. @Doddys: hehehe…yg di China mah beda dong jenis lumpur-nya…lagian konsentrasi perbandingan lumpur & air-nya jg beda…plus hujas deran dan angin thypoon yg kenceng jelas aja bikin tuh lumpur mengalir dgn deras dan lancar…disaster…
    mmhhh…Bangkok udah aman, Dod…???

    btw beneran nih daripada nunggu sampe 31 tahun sampe tuh lumpur berenti dgn sendiri-nya, kan alangkah lebih baik kalo di-manfaat-kan…eh, tapi ini cuman sekedar usul kok…

  7. emang kalo di china dibuat apa win?
    bukannya kemarin disana banyak banjir yang membawa lumpur-lumpur juga?

  8. semua tindakan ada resikonya, yang terbaik meminimalisasi resiko terutama dampak lingkungan dan sosial, semua pihak harus ada yang berlapang dada ini adalah sebuah bencana walaupun akibat perbuatan manusia tapi ini sudah terjadi mari kita pikirkan bersama-sama

  9. satu paragraf menarik dr tulisan di atas: “Memang yang paling bagus adalah memanfaatkan lempungnya sebagai bahan industri, namun jumlah yang sangat besar ini perlu dikelola secara khusus. Membuang hanya kalau terpaksa karena jumlahnya yang semakin menggila ini.”

    kira2 ada nggak ya yg punya ide, lumpur yg volume-nya segede Gaban itu bisa di-manfaatkan untuk apa…? mungkin akan ada banyak ahli di luar G&G yg bisa di-minta-in pendapat-nya…

  10. Info: Telah terjadi gempa bumi di Jogja pada pukul 10.00 WIB hari ini Selasa, 11 Oktober 2006

  11. kalo saya ingin lumpor itu di cetak dengan baik dan di bikin kan design sebuah tempat wisata ,,sebagai contoh,,yah seperti candi borobudur ..mungkin yaaa..dng menggunakan bahan lumpur itu dengan kreatif….akan banyak menarik orang di pelosok dunia….bukan kah dengan material sebanyak itu kita bisa bikin sesuatu yang spektakular…dari sisi size…bikin candi bataterbesar…atau bikin…pyramid yang bisa kalahkan milik orang…mesir…yahhhh apa aja dah….yang bisa bikin orang tercengang…heheheheh

  12. dari pada bingung2 mendingan dibikin bagus tanggulnya trus dijadikan Danau lumpur – jadi deh daerah pariwisata untuk melihat danau lumpur.

  13. once again, nature is always fair…
    Kalau diperhatikan, kita udah ngeruk berapa sirtu untuk “membentengi” yang namanya kolam lumpur? (sampe-sampe pasokan sirtu untuk proyek-proyek saya jadi kacau balau jadwalnya karena ditumpuk di sana, he..he..)tapi alam tetep aja kasih keadilan. Berapa kubik lempung yang dihasilkan per hari sebagai ganti sirtu???
    Can’t you see? nature is always play fair….

  14. ahh..memang susah sih nangani bakal gunung lempung ya pak…malang tak bisa ditampik
    Bagi saya sih yang utama adalah manusianya dulu ditangani deh, sudah sekian lama harus mengungsi. Seandainya ada sanak saudara kita di situ, mungkin perihnya bakal lebih sakit…
    Pak RDP, ada gak yang itung-itungan tentang prakiraan luasan genangan lumpur ini ? Dari situ dihitung berapa besar kerugian yang bakal terjadi; lalu diberikan ganti rugi; entah tukar guling entah apa…emang buang ke laut lebih murah ya ?
    Misalnya nih, udahlah kita nyerah pada kehendakNya, yang kita bisa antisipasi adalah manusianya… biar tetep hidup dan bekerja.

  15. hihihi… kayaknya kabinet dan bossnya, juga tim yg dibentuk emang udah pusing dan mentok mikirin lumpur ini, makanya idenya aneh-aneh dan kadang mbingungin orang…

Tinggalkan komentar